MAKALAH
“MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam
riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang
mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan
menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan
data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan
diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat
menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk
menghasilkan dan menguji hipotesis.
Dalam UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa
wujud otonomi daerah (Otda) dalam pelaksanaannya adalah otonomi luas, nyata,
dan bertanggung jawab. Otonomi yang luas artinya mencakup kewenangan semua
bidang kecuali hankam, peradilan, moneter dan fiscal, agama, politik luar
negeri dan kewenangan lainnya. Otonomi yang nyata artinya keleluasaan daerah
untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan didaerah. Otonomi yang
bertanggung jawab artinya pertanggungjawaban daerah sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban
daerah. (Tilaar 2006 : 495)
MBS berpotensi untuk meningkatkan partispasi masyarakat, kepala sekolah
guru, administrator yang professional. Berdasar kebijakan pemerintah tentang
upaya memperbaiki kualitas pembelajaran melalui MBS inilah maka diharapkan
dapat membawa angin segar bagi para guru untuk melakukan kebebasan akademik dalam
mendidik peserta didik termasuk didalamnya meningkatkan kualitas pembelajaran.
Apabila pengambilan keputusan dilakukan ditempat yang paling dekat dengan
berlangsungnya proses pembelajaran hal tersebut dapat membuat sekolah menjadi
lebih baik. Oleh karena itu, memulai studi tentang iklim kelas dalam rangka
manajemen berbasis sekolah dengan tujuan peningkatan kualitas pembelajaran
disekolah sangat penting dan dibutuhkan menurut Tilaar (1998 : XII), “krisis
pendidikan yang dihadapi Indonesia dewasa ini berkisar pada krisis manajemen.
Menurutnya, manajemen pendidikan dirumuskan secara sederhana sebagai mobilisasi
segala sumber daya pendidikan untuk mencaai tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Karena itu dengan diterapkannya MBS ini menjadi harapan banyak pihak agar
krisis pendidikan akan bisa diselesaikan atau setidaknya bisa diminimalisasi”.
Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan pikirannya untuk
mengkaji model MBS yang sesuai dengan negeri ini. Pada dasarnya, tidak satu
model MBS yang baku untuk semua kondisi yang berbeda-beda. Dengan MBS sekolah
memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan
kebutuhan-kebutuhan sekolah. Dengan MBS, unsur pokok sekolah memegang kontrol
yang lebih besar pada setiap kejadian disekolah.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diharapkan mampu menjadi jawaban
atas paradigma baru manajemen yang diperlukan. Manajemen pendidikan menurut MBS
adalah manajemen yang berpusat pada sumber daya yang ada pada sekolah itu
sendiri, sehingga akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah yang
semula diatur oleh birokrasi diluar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis
pada potensi internal sekolah.
B. Rumusan Masalah
Banyak persoalan yang perlu dibahas mengenai “Manajemen Berbasis Sekolah”. Namun
untuk membatasi ruang lingkup dalam pembahasan masalah, maka penulis hanya akan
membahas masalah sebagai berikut :
1. Apa latar
belakang manajemen berbasis sekolah?
2. Bagaimanakah konsep
manajemen berbasis sekolah?
3. Bagaimanakah
Karakteristik MBS?
4. Bagaimana penerapan manajemen berbasis sekolah pada
PAUD Nurussalam Desa Sidakaton ?
C.
Tujuan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi
tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan.
D. Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan
penulis mempergunakan metode kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang
dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Studi Pustaka
Pada metode ini, penulis membaca buku-buku dan
literatur yang berhubungan dengan penulisan makalah ini.
2.
Internet
Pada metode ini penulis, juga mencari materi yang
berhubungan dengan penulisan ini di internet.
E.
Sistematika Penulisan
Pada makalah ini,
penulis akan menjelaskan hasil makalah dimulai dengan pandahuluan, meliputi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. Kedua, penulis akan memaparkan data yang diperoleh dan
membahasnya satu persatu terutama yang berkaitan dengan “Manajemen Berbasis Sekolah”. Ketiga, penutup dalam
makalah ini. Pada bagian ini penulis menyimpulkan uraian sebelumnya, dan
memberikan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam era otonomi daerah, pendidikan perlu dikelola dengan memperhatikan
kepentingan sekolah itu sendiri untuk berkembang secara optimal dan mandiri.
Oleh karena itu, MBS merupakan pilihan yang tepat untuk dilakukan oleh
pemerintah daerah.
Definisi komprehensif mengenai MBS yang dikemukakan oleh Malen sebagaimana
dikutip Ibtisam Abu Duhou adalah suatu perubahan formal struktur
penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk desentralisasi yang mengidentifikasikan
sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan serta bertumpu pada
redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang
dengannya pendidikan dapat didorong dan ditopang.
Selanjutnya, Candoli mendefinisikan MBS, sebagai suatu cara untuk memaksa
sekolah itu sendiri mengambil tanggung jawab atas apa saja yang terjadi pada
anak menurut jurisdiksinya dan mengikuti sekolahnya.
Konsep ini menegaskan bahwa ketika sekolah itu sendiri dibebani dengan
pengembangan total program kependidikan yang bertujuan melayani kebutuhan anak
dalam mengikuti sekolah, personil sekolah akan mengembangkan program yang lebih
meyakinkan karena mereka mengetahui kebutuhan belajar siswa.
Definisi tentang MBS menegaskan bahwa konsep tersebut mengacu pada
manajemen sumber daya di tingkat sekolah dan bukan di suatu sistem atau tingkat
yang sentralistik. Melalui MBS, sekolah diberi pengawasan lebih besar atas arah
yang akan dicapai oleh organisasi sekolah tersebut. Pengawasan atas anggaran
dianggap merupakan inti dari MBS.
Terkait erat dengan kebijaksanaan anggaran adalah pengawasan atas penetapan
peran, penggajian, dan pengembangan staf. Pada ekstrim lainnya, beberapa
sekolah diberi pengawasan atas kurikulum sebagai bagian dari MBS. Di sini suatu
kurikulum berbasis sekolah berarti bahwa masing-masing sekolah memutuskan
bahan-bahan ajar apa akan digunakan, dan juga model pelaksanaan spesifik. Para
staf menentukan beberapa kebutuhan pengembangan profesional mereka sendiri,
serta beberapa struktur di mana proses pendidikan akan dikembangkan.
MBS ditawarkan sebagai salah satu alternatif jawaban pemberian otonomi
daerah di bidang pendidikan, mengingat prinsip dan kecenderungannya yang
mengembalikan pengelolaan manajemen sekolah pada pihak-pihak yang dianggap
paling mengetahui kebutuhan riel sekolah.
Oleh karena itu, jika kita semua sedang gencar berbicara tentang reformasi
pendidikan, maka dalam konteks MBS, tema sentral yang diangkat adalah isu
desentralisasi. Desentralisasi dalam pengertian sebagai pengalihan tanggung
jawab pemerintahan pusat dalam hal perencanaan, manajemen, penggalian dana, dan
alokasi sumberdaya ke pemerintah daerah.
Terkait
dengan desentralisasi, MBS dikembangkan untuk membangun sekolah yang efektif.
Hanya saja konsep desentralisasi model MBS mengacu pada sekolah swa-manajemen (self
managing school) bukan pada penyelenggara sekolah mandiri (self
governing school).
Respon yang muncul atas MBS bermacam-macam. Depdiknas merumuskan pengertian
MBS sebagai model manajemen yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada
sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara
langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua, dan
masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional.
Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah memiliki kewenangan yang lebih
besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Maksud yang sama dikemukakan oleh Miarso yang menyatakan
bahwa arti pengelolaan berbasis sekolah ini adalah pelimpahan wewenang pada
lapis sekolah untuk mengambil keputusan mengenai alokasi dan pemanfaatan
sumber-sumber berdasarkan aturan akuntabilitas yang berkaitan dengan sumber
tersebut.
Asumsi kebijakan manajemen berbasis sekolah adalah bahwa dengan pelimpahan
kewenangan dan tanggung jawab yang meningkat ke sekolah, serta proporsi dana
lebih besar dalam mendukung pencapaian tujuan kebijakan sesuai dengan
serangkaian garis pedoman kebijakan yang lebih eksplisit dan meletakkan
strategi manajemen prestasi yang terartikulasi di atas perencanaan tersebut,
maka hal tersebut akan memudahkan dan mendorong peningkatan efektivitas dan
efisiensi pendidikan publik.
Hal ini berarti bahwa tugas manajemen sekolah ditentukan sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, anggota
pengelola sekolah (dewan direktur, pengawas, kepala sekolah, guru, orang tua,
siswa dan seterusnya) memiliki otonomi dan tanggung jawab lebih besar dalam
mengelola kegiatan pendidikan di sekolah.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efesiensi, mutu dan pemeratan pendidikan.
Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang
ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu
diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah,
peningkatan propesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai control,
serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif.
Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tak lepas dari
kinerja pendididkan di suatu Negara berdasarkan system pendidikan yang ada
sebelumnya. Diantara tahun 1960-an hingga 1970-an berbagai inovasi dilakukan
melalui pengenalan kurikulum baru dan pendekatan metode pengajaran baru dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya tidak memuaskan.
Demikian juga di banyak Negara lain seperti Kanada, Amerika, Australia,
Inggris, Perancis, Selandia Baru, dan Indonesia.
Sebelum berbagai inovasi yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan difokuskan pada lingkup kelas, seperti perbaikan kurikulum,
profesionalisme guru, metode pengajaran, dan system evaluasi, dan kesemuanya
itu kurang memberikan hasil yang memuaskan. Bersamaan dengan berbagai upaya
itu, pada tehun 1980-an terjadi perkembangan yang menggembirakan di bidang
manajemen modern, yaitu atas keberhasilan penerapannya di bidang industry dan
organisasi komersial. Keberhasilan aplikasi manajemen modern itulah yang
kemudian diadopsi untuk diterapkan di dunia pendidikan. Sejak saat itulah
masyarakat mulai sadar bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan perlu
melompat atau keluar dari lingkup pengajaran di dalam kelas secara sempit ke
lingkup organisasi sekolah. Oleh karena itu, diperlukan reformasi system secara
structural dan gaya manajemen sekolah.
Setelah adanya kesadaran itu muncullah berbagai gerakan reformasi seperti
gerakan sekolah efektif yang mencari dan mempromosikan karakteristik
sekolah-sekolah efektif. Ada gerakan sekolah mandiri, yang menekankan otonomi
penggunaan sumber dana sekolah. Ada yang memfokuskan pada desentralisasi
otoritas dari kantor pendidikan pusat kepada aktivitas-aktivitas yang
dipusatkan disekolah seperti pengembangan kurikulum berbasis sekolah, bimbingan
siswa berbasis sekolah, dan sebagainya. Gerakan reformasi yang menggunakan
pendekatan berbeda-beda tersebut kemudian melahirkan model-model MBS.
Di Indonesia, latar belakang munculnya MBS tidak jauh berbeda dengan
Negara-negara maju yang terlebih dahulu menerapkannya. Perbedaan yang mencolok
ialah lambatnya kesadaran para pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia.
Bayangkan saja di banyak Negara gerakan reformasi pendidikan model MBS ini
sudah terjadi pada tahun 1970-an dan disusul banyak Negara pada tahun 1980-an,
namun di Indonesia baru dimulai 30 tahun kemudian. Hal ini tidak terlepas dari
system otoriter selama orde baru. Semua diatur dari pusat, yaitu di Jakarta
baik dalam penentuan kurikulum sekolah, anggaran pendidikan, pengangkatan guru,
metode pembelajaran, buku pelajaran, alat peraga hingga jam sekolah maupun
jenis upacara yang harus dilaksanakan di sekolah.
Selama bertahun-tahun upaya perbaikan pendidikan selalu dilaksanakan dengan
cara tambal sulam, karena belum ada upaya yang maksimal dari birokrat
pendidikan di atas sana. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) muncul karena beberapa alasan. Pertama, terjadinya
ketimpangan kekuasaan dan kewenangan yang terlalu terpusat pada atasan yang
mengesampingkan bawahan. Kedua, kinerja pendidikan yang tidak kunjung membaik
bahkan cenderung menurun di banyak Negara. Ketiga, adanya kesadaran para
birokrat dan desakan dari para pecinta pendidikan untuk merestrukturisasi
pengelolaan pendidikan.
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan yang mana selama ini masih dirasa masih kurang, diantaranya
dengan membuat program progaram antara lain “aku anak sekolah” dan dana bantuan
operasional. Program tersebut diharapkan mampu menjunjung kualitas maupun
kuantitas pendidikan di Indonesia, akantetapi karena pengelolaannya masih
terpusat dan kaku, program tersebut tidak dapat memberikan dampak positif.
Dugaannya adalah masalah manajemen yang belum sesuai. Hingga munculah suatu
pemikiran atau gagasan baru dalam pengelolaan pendidikan yang memberi kebijakan
kepada masing masing sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan
dari pemerintah. Pemikiran inilah yang disebut dengan manajemen berbasis
sekolah (MBS).
BPPN dan Bank Dunia (1999) dalam Mulyasa, memberi pengertian bahwa MBS
merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan,
yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat, dan
dalam kerangka kebijakan nasional. Sedangkan Depdikbud dalam , mengemukakan MBS
adalah suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih
baik dan lebih memadai bagi para peserta didik. Mulyasa (2002) mengemukakan
Manajemen Berbasis Sekolah adalah pradigma baru pendidikan, yang memberikan
otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan
pendidikan nasional.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing sekolah
untuk mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai dengan
karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat dalam
mewujudkan tujuan pendidikan.
B.
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mendiri
oleh sekolah dengan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan.
C.
Karakteristik Manajemen Berbasis
Sekolah
Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah,
maka MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada. Ciri-ciri (karakteristik) MBS
bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan
kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), proses
belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut:
Organisasi Sekolah
|
Proses
Belajar-Mengajar
|
Sumber
Daya Manusia
|
Sumber
Daya dan Administrasi
|
Menediakan Manajemen/organisasi
kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah
|
Meningkatkan
kualitas belajar siswa
|
Memberdayakan
staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan siswa
|
Mengidentifikasi
sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut, sesuai
dengan kebutuhan.
|
D.
Penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah pada PAUD Nurussalam Desa Sidakaton
Berdasarkan hasil analisis penulis menunjukan bahwa penerapan manajemen
berbasis sekolah pada PAUD Nurussalam Desa Sidakaton menunjukan bahwa pemberdayaan
kegiatan manajerial sekolah, ditujukan kepada unsur – unsur sekolah diantaranya
kepala sekolah, tenaga pendidik, orang tua, siswa dan masyarakat sekolah untuk
memperbaiki kinerja sekolah dalam proses kemandirian.
Pemberdayaan manajerial PAUD Nurussalam dengan dimensinya yakni manajemen
perencanaan program, prasarana dan sarana, hubungan dengan masyarakat
mendapatkan kesimpulan sebagai berikut :
Ø Pelaksanaan
manajemen sekolah disegala dimensinya belum menunjukkan kemandirian sekolah
pada kriteria sekolah yang mandiri secara maksimal, ditandai dengan masih
bergantungnya kepada pihak lain dari aspek – aspek tertentu, misalnya sarana fisik
yang masih menempati gedung milik lembaga lain.
Ø Aspek
ketenagaan, ditandai dengan belum memiliki tenaga guru dan administrasi tetap.
Aspek selebihnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal, misalnya : hubungan
dengan masyarakat pendidikan sebagai mitra sekolah belum dimanfaatkan secara
optimal. Namun kekurang mandirian diminimalisir dengan mengembangkan sikap
personal sekolah dengan nilai keikhlasan dan kualitas pembelajaran dengan
indikasi semangat membimbing belajar siswa dengan mengefektifkan belajar siswa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing sekolah untuk
mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai dengan
karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat dalam
mewujudkan tujuan pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mendiri
oleh sekolah dengan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan.
B. Saran
Manajemen pendidikan berbasis sekolah menuntut adanya sekolah yang otonom
dan kepala sekolah yang memiliki otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan atas
sekolah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah yang bersifat
implementatif dan aplikatif untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis
sekolah di lembaga pendidikan persekolahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Duhou. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah, diterjemahkan oleh Noryamin Aini dkk, Jakarta: Logos.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I
Konsep dan Pelaksanaannya. Jakarta: Direktorat SLP Dirjen Dikdasmen.
Mulyasa. 2004. Manajemen Berbasis
Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, cet.
vii, Bandung: Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar