Selasa, 30 Oktober 2018

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


MAKALAH
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis.
Dalam UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa wujud otonomi daerah (Otda) dalam pelaksanaannya adalah otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab. Otonomi yang luas artinya mencakup kewenangan semua bidang kecuali hankam, peradilan, moneter dan fiscal, agama, politik luar negeri dan kewenangan lainnya. Otonomi yang nyata artinya keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan didaerah. Otonomi yang bertanggung jawab artinya pertanggungjawaban daerah sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban daerah. (Tilaar 2006 : 495)
MBS berpotensi untuk meningkatkan partispasi masyarakat, kepala sekolah guru, administrator yang professional. Berdasar kebijakan pemerintah tentang upaya memperbaiki kualitas pembelajaran melalui MBS inilah maka diharapkan dapat membawa angin segar bagi para guru untuk melakukan kebebasan akademik dalam mendidik peserta didik termasuk didalamnya meningkatkan kualitas pembelajaran. Apabila pengambilan keputusan dilakukan ditempat yang paling dekat dengan berlangsungnya proses pembelajaran hal tersebut dapat membuat sekolah menjadi lebih baik. Oleh karena itu, memulai studi tentang iklim kelas dalam rangka manajemen berbasis sekolah dengan tujuan peningkatan kualitas pembelajaran disekolah sangat penting dan dibutuhkan menurut Tilaar (1998 : XII), “krisis pendidikan yang dihadapi Indonesia dewasa ini berkisar pada krisis manajemen. Menurutnya, manajemen pendidikan dirumuskan secara sederhana sebagai mobilisasi segala sumber daya pendidikan untuk mencaai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Karena itu dengan diterapkannya MBS ini menjadi harapan banyak pihak agar krisis pendidikan akan bisa diselesaikan atau setidaknya bisa diminimalisasi”.
Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan pikirannya untuk mengkaji model MBS yang sesuai dengan negeri ini. Pada dasarnya, tidak satu model MBS yang baku untuk semua kondisi yang berbeda-beda. Dengan MBS sekolah memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan kebutuhan-kebutuhan sekolah. Dengan MBS, unsur pokok sekolah memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian disekolah.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diharapkan mampu menjadi jawaban atas paradigma baru manajemen yang diperlukan. Manajemen pendidikan menurut MBS adalah manajemen yang berpusat pada sumber daya yang ada pada sekolah itu sendiri, sehingga akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah yang semula diatur oleh birokrasi diluar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah.


B.     Rumusan Masalah

Banyak persoalan yang perlu dibahas mengenai “Manajemen Berbasis Sekolah”. Namun untuk membatasi ruang lingkup dalam pembahasan masalah, maka penulis hanya akan membahas masalah sebagai berikut :
1.    Apa latar belakang manajemen berbasis sekolah?
2.    Bagaimanakah konsep manajemen berbasis sekolah?
3.    Bagaimanakah Karakteristik MBS?
4.   Bagaimana penerapan manajemen berbasis sekolah pada PAUD Nurussalam  Desa Sidakaton ?

C.     Tujuan

Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.

D.     Metode Penulisan

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan penulis mempergunakan metode kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Studi Pustaka
Pada metode ini, penulis membaca buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan penulisan makalah ini.
2.      Internet
Pada metode ini penulis, juga mencari materi yang berhubungan dengan penulisan ini di internet.




E.     Sistematika Penulisan

Pada makalah ini, penulis akan menjelaskan hasil makalah dimulai dengan pandahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Kedua, penulis akan memaparkan data yang diperoleh dan membahasnya satu persatu terutama yang berkaitan dengan “Manajemen Berbasis Sekolah”. Ketiga, penutup dalam makalah ini. Pada bagian ini penulis menyimpulkan uraian sebelumnya, dan memberikan saran.

























BAB II
PEMBAHASAN

A.   Latar Belakang Manajemen Berbasis Sekolah

Dalam era otonomi daerah, pendidikan perlu dikelola dengan memperhatikan kepentingan sekolah itu sendiri untuk berkembang secara optimal dan mandiri. Oleh karena itu, MBS merupakan pilihan yang tepat untuk dilakukan oleh pemerintah daerah.
Definisi komprehensif mengenai MBS yang dikemukakan oleh Malen sebagaimana dikutip Ibtisam Abu Duhou adalah suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk desentralisasi yang mengidentifikasikan sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan serta bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang dengannya pendidikan dapat didorong dan ditopang.
Selanjutnya, Candoli mendefinisikan MBS, sebagai suatu cara untuk memaksa sekolah itu sendiri mengambil tanggung jawab atas apa saja yang terjadi pada anak menurut jurisdiksinya dan mengikuti sekolahnya. Konsep ini menegaskan bahwa ketika sekolah itu sendiri dibebani dengan pengembangan total program kependidikan yang bertujuan melayani kebutuhan anak dalam mengikuti sekolah, personil sekolah akan mengembangkan program yang lebih meyakinkan karena mereka mengetahui kebutuhan belajar siswa.
Definisi tentang MBS menegaskan bahwa konsep tersebut mengacu pada manajemen sumber daya di tingkat sekolah dan bukan di suatu sistem atau tingkat yang sentralistik. Melalui MBS, sekolah diberi pengawasan lebih besar atas arah yang akan dicapai oleh organisasi sekolah tersebut. Pengawasan atas anggaran dianggap merupakan inti dari MBS.
Terkait erat dengan kebijaksanaan anggaran adalah pengawasan atas penetapan peran, penggajian, dan pengembangan staf. Pada ekstrim lainnya, beberapa sekolah diberi pengawasan atas kurikulum sebagai bagian dari MBS. Di sini suatu kurikulum berbasis sekolah berarti bahwa masing-masing sekolah memutuskan bahan-bahan ajar apa akan digunakan, dan juga model pelaksanaan spesifik. Para staf menentukan beberapa kebutuhan pengembangan profesional mereka sendiri, serta beberapa struktur di mana proses pendidikan akan dikembangkan.
MBS ditawarkan sebagai salah satu alternatif jawaban pemberian otonomi daerah di bidang pendidikan, mengingat prinsip dan kecenderungannya yang mengembalikan pengelolaan manajemen sekolah pada pihak-pihak yang dianggap paling mengetahui kebutuhan riel sekolah.
Oleh karena itu, jika kita semua sedang gencar berbicara tentang reformasi pendidikan, maka dalam konteks MBS, tema sentral yang diangkat adalah isu desentralisasi. Desentralisasi dalam pengertian sebagai pengalihan tanggung jawab pemerintahan pusat dalam hal perencanaan, manajemen, penggalian dana, dan alokasi sumberdaya ke pemerintah daerah.
Terkait dengan desentralisasi, MBS dikembangkan untuk membangun sekolah yang efektif. Hanya saja konsep desentralisasi model MBS mengacu pada sekolah swa-manajemen (self managing school) bukan pada penyelenggara sekolah mandiri (self governing school).
Respon yang muncul atas MBS bermacam-macam. Depdiknas merumuskan pengertian MBS sebagai model manajemen yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Maksud yang sama dikemukakan oleh Miarso yang menyatakan bahwa arti pengelolaan berbasis sekolah ini adalah pelimpahan wewenang pada lapis sekolah untuk mengambil keputusan mengenai alokasi dan pemanfaatan sumber-sumber berdasarkan aturan akuntabilitas yang berkaitan dengan sumber tersebut.
Asumsi kebijakan manajemen berbasis sekolah adalah bahwa dengan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab yang meningkat ke sekolah, serta proporsi dana lebih besar dalam mendukung pencapaian tujuan kebijakan sesuai dengan serangkaian garis pedoman kebijakan yang lebih eksplisit dan meletakkan strategi manajemen prestasi yang terartikulasi di atas perencanaan tersebut, maka hal tersebut akan memudahkan dan mendorong peningkatan efektivitas dan efisiensi pendidikan publik.
Hal ini berarti bahwa tugas manajemen sekolah ditentukan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, anggota pengelola sekolah (dewan direktur, pengawas, kepala sekolah, guru, orang tua, siswa dan seterusnya) memiliki otonomi dan tanggung jawab lebih besar dalam mengelola kegiatan pendidikan di sekolah.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efesiensi, mutu dan pemeratan pendidikan. Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan propesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai control, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif.
Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tak lepas dari kinerja pendididkan di suatu Negara berdasarkan system pendidikan yang ada sebelumnya. Diantara tahun 1960-an hingga 1970-an berbagai inovasi dilakukan melalui pengenalan kurikulum baru dan pendekatan metode pengajaran baru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya tidak memuaskan. Demikian juga di banyak Negara lain seperti Kanada, Amerika, Australia, Inggris, Perancis, Selandia Baru, dan Indonesia.
Sebelum berbagai inovasi yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan difokuskan pada lingkup kelas, seperti perbaikan kurikulum, profesionalisme guru, metode pengajaran, dan system evaluasi, dan kesemuanya itu kurang memberikan hasil yang memuaskan. Bersamaan dengan berbagai upaya itu, pada tehun 1980-an terjadi perkembangan yang menggembirakan di bidang manajemen modern, yaitu atas keberhasilan penerapannya di bidang industry dan organisasi komersial. Keberhasilan aplikasi manajemen modern itulah yang kemudian diadopsi untuk diterapkan di dunia pendidikan. Sejak saat itulah masyarakat mulai sadar bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan perlu melompat atau keluar dari lingkup pengajaran di dalam kelas secara sempit ke lingkup organisasi sekolah. Oleh karena itu, diperlukan reformasi system secara structural dan gaya manajemen sekolah.
Setelah adanya kesadaran itu muncullah berbagai gerakan reformasi seperti gerakan sekolah efektif yang mencari dan mempromosikan karakteristik sekolah-sekolah efektif. Ada gerakan sekolah mandiri, yang menekankan otonomi penggunaan sumber dana sekolah. Ada yang memfokuskan pada desentralisasi otoritas dari kantor pendidikan pusat kepada aktivitas-aktivitas yang dipusatkan disekolah seperti pengembangan kurikulum berbasis sekolah, bimbingan siswa berbasis sekolah, dan sebagainya. Gerakan reformasi yang menggunakan pendekatan berbeda-beda tersebut kemudian melahirkan model-model MBS.
Di Indonesia, latar belakang munculnya MBS tidak jauh berbeda dengan Negara-negara maju yang terlebih dahulu menerapkannya. Perbedaan yang mencolok ialah lambatnya kesadaran para pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia. Bayangkan saja di banyak Negara gerakan reformasi pendidikan model MBS ini sudah terjadi pada tahun 1970-an dan disusul banyak Negara pada tahun 1980-an, namun di Indonesia baru dimulai 30 tahun kemudian. Hal ini tidak terlepas dari system otoriter selama orde baru. Semua diatur dari pusat, yaitu di Jakarta baik dalam penentuan kurikulum sekolah, anggaran pendidikan, pengangkatan guru, metode pembelajaran, buku pelajaran, alat peraga hingga jam sekolah maupun jenis upacara yang harus dilaksanakan di sekolah.
Selama bertahun-tahun upaya perbaikan pendidikan selalu dilaksanakan dengan cara tambal sulam, karena belum ada upaya yang maksimal dari birokrat pendidikan di atas sana. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) muncul karena beberapa alasan. Pertama, terjadinya ketimpangan kekuasaan dan kewenangan yang terlalu terpusat pada atasan yang mengesampingkan bawahan. Kedua, kinerja pendidikan yang tidak kunjung membaik bahkan cenderung menurun di banyak Negara. Ketiga, adanya kesadaran para birokrat dan desakan dari para pecinta pendidikan untuk merestrukturisasi pengelolaan pendidikan.
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang mana selama ini masih dirasa masih kurang, diantaranya dengan membuat program progaram antara lain “aku anak sekolah” dan dana bantuan operasional. Program tersebut diharapkan mampu menjunjung kualitas maupun kuantitas pendidikan di Indonesia, akantetapi karena pengelolaannya masih terpusat dan kaku, program tersebut tidak dapat memberikan dampak positif. Dugaannya adalah masalah manajemen yang belum sesuai. Hingga munculah suatu pemikiran atau gagasan baru dalam pengelolaan pendidikan yang memberi kebijakan kepada masing masing sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan dari pemerintah. Pemikiran inilah yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah (MBS).
BPPN dan Bank Dunia (1999) dalam Mulyasa, memberi pengertian bahwa MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat, dan dalam kerangka kebijakan nasional. Sedangkan Depdikbud dalam , mengemukakan MBS adalah suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta didik. Mulyasa (2002) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah pradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan pendidikan nasional.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing sekolah untuk mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai dengan karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan tujuan pendidikan.


B.   Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mendiri oleh sekolah dengan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan.

C.   Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada. Ciri-ciri (karakteristik) MBS bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), proses belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut:

Organisasi Sekolah
Proses Belajar-Mengajar
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya dan Administrasi
 Menediakan Manajemen/organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah
Meningkatkan kualitas belajar siswa
Memberdayakan staf dan menempatkan  personel yang dapat melayani keperluan siswa
Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut, sesuai dengan kebutuhan.


D.   Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah pada PAUD Nurussalam Desa Sidakaton

Berdasarkan hasil analisis penulis menunjukan bahwa penerapan manajemen berbasis sekolah pada PAUD Nurussalam Desa Sidakaton menunjukan bahwa pemberdayaan kegiatan manajerial sekolah, ditujukan kepada unsur – unsur sekolah diantaranya kepala sekolah, tenaga pendidik, orang tua, siswa dan masyarakat sekolah untuk memperbaiki kinerja sekolah dalam proses kemandirian.
Pemberdayaan manajerial PAUD Nurussalam dengan dimensinya yakni manajemen perencanaan program, prasarana dan sarana, hubungan dengan masyarakat mendapatkan kesimpulan sebagai berikut :
Ø  Pelaksanaan manajemen sekolah disegala dimensinya belum menunjukkan kemandirian sekolah pada kriteria sekolah yang mandiri secara maksimal, ditandai dengan masih bergantungnya kepada pihak lain dari aspek – aspek tertentu, misalnya sarana fisik yang masih menempati gedung milik lembaga lain.
Ø  Aspek ketenagaan, ditandai dengan belum memiliki tenaga guru dan administrasi tetap. Aspek selebihnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal, misalnya : hubungan dengan masyarakat pendidikan sebagai mitra sekolah belum dimanfaatkan secara optimal. Namun kekurang mandirian diminimalisir dengan mengembangkan sikap personal sekolah dengan nilai keikhlasan dan kualitas pembelajaran dengan indikasi semangat membimbing belajar siswa dengan mengefektifkan belajar siswa.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing sekolah untuk mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai dengan karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mendiri oleh sekolah dengan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan.
     
B.  Saran
Manajemen pendidikan berbasis sekolah menuntut adanya sekolah yang otonom dan kepala sekolah yang memiliki otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan atas sekolah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah yang bersifat implementatif dan aplikatif untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah di lembaga pendidikan persekolahan.


DAFTAR PUSTAKA

Abu, Duhou. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah, diterjemahkan oleh Noryamin Aini dkk, Jakarta: Logos.

Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I Konsep dan Pelaksanaannya. Jakarta: Direktorat SLP Dirjen Dikdasmen.

Mulyasa. 2004.  Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, cet. vii, Bandung: Rosdakarya.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar