MAKALAH
“Perkembangan Modernisasi dalam Kebudayaan Suku Baduy”
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Study Masyarakat Indonesia
Dosen Pengampuh : Beni
Habibi, M.Pd.
Disusun Oleh :
Nama : 1. Eva Nur Saadah 1314500045
2. Himatul Aliyah 1314500046
3. Indah Widyastuti 1314500047
4. Krisna Alhidayati 1314500025
Semester : II / B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah “Perkembangan Modernisasi dalam Kebudayaan Suku
Baduy”. Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Diharapkan makalah ini bermanfaat untuk menambah informasi
mengenai kebudayaan suku Baduy.
Dengan segala keterbatasan yang ada pada penyusun, penyusun mengharapkan saran
dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Tegal,
April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... .................i
KATA PENGANTAR..................................................................................... .................ii
DAFTAR ISI................................................................................................... .................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... ..................1
A. Latar Belakang Masalah........................................................... ..................1
B. Rumusan Masalah..................................................................... ...................2
C. Tujuan....................................................................................... ...................2
D. Metode Penulisan..................................................................... ...................2
E. Sistematika Penulisan............................................................... ...................3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ ...................4
A. Sekilas Tentang Suku Baduy.................................................... ............…...4
B. Faktor Penghambat munculnya
Modernisasi pada Suku Baduy…………..6
C. Faktor Pendorong munculnya
Modernisasi pada Suku Baduy ……….…...7
D. Pengaruh Modernisasi terhadap
Kehidupan Sosial-Budaya Suku Baduy…8
BAB III PENTUTUP................................................................................... ……….…..11
A. Kesimpulan............................................................................... …………...11
B. Saran......................................................................................... …………...11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... …………...12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era
modern ini, modernsisasi dan globalisasi sudah tidak bisa terelakkan
lagi.Teknologi dan informasi berkembang sangat pesat, seolah tidak ada batasan
antar negara di dunia, baik dalam bidang ekonomi, teknologi, maupun informasi. Komputer,
televisi, internet, satelit komunikasi, dan pealatan canggih lainnya juga
merupakan hasil nyata adanya modernisasi.
Tidak heran
pula jika pengaruh modernisasi kini sudah dapat mengubah
kebudayaan sedikit demi sedikit yang ada di setiap sudut daerah di
Indonesia.Sebuah kebudayaan memiliki sistem yang menyeluruh. Antara satu elemen
dengan elemen yang lain saling berhubungan satu sama lain. Karena itu, jika ada
perubahan di salah satu elemen budaya, maka elemen-elemen budaya yang lain pun
akan berubah.
Di Indonesia
terdapat suku-suku yang sengaja mengisolasi diri terhadap teknologi.Salah
satunya adalah suku Baduy.Masyarakat Baduy begitu taat dengan adat mereka untuk
menolak kehidupan modern.Namun dengan pesatnya perkembangan modernisasi, bukan
tidak mungkin modernisasi tersebut mulai menyentuh masyarakat Baduy.
Sekecil
apapun perubahan yang terjadi, baik perubahan lingkungan alam/fisik maupun
perubahan sosial menuntut adanya adaptasi dari masyarakat Baduy terhadap
lingkungannya yang baru.Perubahan itu menuntut adanya perubahan kehidupan
sosial-budaya pada masyarakat baduy tersebut.Hal inilah yang melatarbelakangi
penulis untuk menulis makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Banyak persoalan yang perlu dibahas mengenai “Perkembangan Modernisasi dalam Kebudayaan Suku Baduy”. Namun untuk membatasi ruang lingkup dalam pembahasan masalah, maka penulis
hanya akan membahas masalah sebagai berikut :
1.
Sekilas
Tentang Suku Baduy.
2.
Faktor-Faktor Penghambat munculnya modernisasi pada Suku Baduy.
3.
Faktor-Faktor Pendorong munculnya modernisasi pada Suku Baduy.
4.
Pengaruh
modernisasi terhadap kehidupan sosial-budaya suku Baduy.
C. Tujuan
Penulisan
makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
D. Metode Penulisan
Untuk
mendapatkan data dan informasi yang diperlukan penulis mempergunakan metode
observasi dan kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang dipergunakan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Studi Pustaka
Pada metode ini, penulis membaca
buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan penulisan makalah ini.
2.
Internet
Pada metode ini penulis, juga mencari
materi yang berhubungan dengan penulisan ini di internet.
E.
Sistematika Penulisan
Pada
makalah ini, penulis akan menjelaskan hasil makalah dimulai dengan pandahuluan,
meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. Kedua, penulis akan memaparkan data yang diperoleh dan
membahasnya satu persatu terutama yang berkaitan dengan “Perkembangan
Modernisasi dalam Kebudayaan Suku Baduy”. Ketiga, penutup
dalam makalah ini. Pada bagian ini penulis menyimpulkan uraian sebelumnya, dan
memberikan saran dalam sistem tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas
Tentang Suku Baduy
Sebutan "Baduy" merupakan berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah
(nomaden). Kemungkinan lain Nama Baduy ini diambil dari nama sungai yang
melewati wilayah ini, yaitu adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di
bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri
sebagai urang Kanekes atau "orang
Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka (Garna, 1993).
Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” -
6°30’0” LS dan 108°3’9” - 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat
di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung.
Tiga desa utama orang Kanekes Dalam adalah Cikeusik, CIkertawana, dan Cibeo.
Mata pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah
bercocok tanam padi huma dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas
dari kulit kayu, mengolah gula aren, tenun dan sebagian kecil telah mengenal
berdagang.
Kepercayaan yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda
Wiwitan.didalam baduy dalam, Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras
keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy
Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang
disebut kuwalat atau pamali adalah suku Baduy sendiri.
Inti dari kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya
pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari
orang Kanekes. Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut
adalah konsep “tanpa perubahan apapun”, atau perubahan sesedikit mungkin:“Lojor
heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung” (Panjang tidak bisa/tidak boleh
dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)suku Baduy memiliki tata
pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai pemimpinnya yang disebut Puun
berjumlah tiga orang. Pelaksanaan pemerintahan adat kepuunan dilaksanakan oleh
jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro memiliki fungsi dan
tugasnya masing-masing. Yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan
jaro pamarentah.
Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat
pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas
menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan
di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3
orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas
ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat
bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah
nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur
atau tetua kampong.
Masyarakat
Baduy dalam hidupnya mengasingkan diri dari keramaian dan tidak mau tersentuh
oleh kegiatan pembangunan dan teknologi.Wilayah Baduy Dalam, yang berada di
pedalaman hutan, masih terisolir, dan belum tersentuh modernisasi. Kebudayaan
mereka masih asli, peraturan yang tetap dipegang teguh hingga kini diantaranya
budaya berjalan kaki, tidak memakai alas kaki, tidak menggunakan alat
elektronik (teknologi), hanya mengenakan pakaian berwarna hitam/ putih yang
dijahit sendiri, dan semua hal yang tradisional dan tidak merusak alam. Di
perkampungan Baduy tidak ada listrik, tidak ada pengerasan jalan, tidak ada
fasilitas pendidikan formal, tidak ada fasilitas kesehatan, tidak ada sarana
transportasi, dan kondisi pemukiman penduduknya sangat sederhana. Aturan
adat melarang warganya untuk menerima modernisasi pembangunan.
B. Faktor Penghambat munculnya Modernisasi pada Suku Baduy
Sebelum terjadi beberapa perubahan pada masyarakat
Baduy, masyarakat Baduy mengalami
suatu keadaan yang sangat primitive atau terhambatnya perubahan sosial dan faktor-faktor penghambat perubahan tersebut di antaranya:
v Kurangnya
Hubungan dengan Masyarakat Lain
Sebelum adanya wisatawan asing yang
mengetahui keberadaan badui kehidupan mereka normal tanpa ada gangguan
perubahan sosial yang terjadi. Karena mereka hanya hidup dengan mengandalkan
aturan dari tetuanya. Kehidupan terasing masyarakat badui menyebabkan mereka
tidak mengetahui perkembangan-perkembangan yang telah terjadi. Hal ini
menyebabkan pola-pola pemikiran dan kehidupan masyarakat badui menjadi statis.
v Terlambatnya Perkembangan Ilmu
Pengetahuan
Terlambatnya perkembangan ilmu pengetahuan ini dapat dikarenakan kehidupan
masyarakat yang terasing dan tertutup, bahkan mereka memang dilarang untuk
menonton tv seperti yang dijelaskan di atas. Sehingga mereka sangat sedikit
sekali memperoleh informasi dan pengetahuan.
v Sikap Masyarakat yang Masih Sangat Tradisional
Pada masyarakat Badui terdapat para tetua yang masih suka
mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau dapat membuat terlena dan sulit
menerima kemajuan dan perubahan zaman. Akan tetapi agak berbeda dengan keadaan
masyarakat badui yang masih muda, mereka sedikit banyak sudah terkontaminasi dengan
budaya luar.
v Adat atau Kebiasaan yang Telah Mengakar
Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adakalanya adat dan kebiasaan begitu kuatnya
sehingga sulit untuk diubah. Hal ini merupakan bentuk halangan terhadap
perkembangan dan perubahan kebudayaan.
Seperti yang
terjadi pada cerita di atas Dalam hal makanan, orang Baduy tergolong sangat
fanatik. Mereka tidak mau menyantap makanan selain makanan tradisional yang
mereka santap setiap hari. Maklum, masyarakat yang tinggal di pedalaman
Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Banten, ini sangat memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka hingga saat
ini.
C. Faktor Pendorong munculnya Modernisasi pada Suku Baduy
Pada
zaman modern ini, akibat modernisasi terjadi perubahan pada masyarakat Baduy
sedikit demi sedikit. Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor pendorong proses
modernisasi, meliputi:
v Adanya Kontak dengan Kebudayaan Lain
Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha
masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan
kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat Baduy yang tinggal di pedalaman hutan dan masih
terisolir sehingga kebudayaan luar belum masuk. Selain itu,
orang Baduy dalam merupakan yang paling patuh kepada seluruh ketentuan maupun
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat).Akan tetapi
seiring berjalannya waktu banyak wisatawan baik dalam maupun luar negri yang
datang mengunjungi suku Badui dengan membawa pengaruh yang bermacam-macam yang
jelas berbeda dengan adat Baduy.
Walaupun demikian perubahan dapat terjadi tanpa
melanggar pikukuh, karena memang perbuatan tersebut dikehendaki atau keadaan
yang memaksa sehingga perubahan terjadi diluar kehendak mereka, sehingga muncul
toleransi dari pemuka adat terhadap hal itu.
v Sistem Terbuka Masyarakat ( Open Stratification )
Masyarakat Badui saat ini jauh lebih terbuka dan lebih
bisa diajak bergaul ketimbang masyarakat Badui yang terdahulu, sehingga
memudahkan mereka menerima kebudayaan baru walaupun hal itu sangat dilarang
keras oleh tetua/pu’un mereka.
Pergaulan dengan dunia luar membuat masyarakat Baduy
bersentuhan dengan teknologi modern yang selama ratusan tahun dilarang oleh
adat. Seperti masyarakat lain, mereka saat ini menonton televisi, menggunakan
jam tangan, dan bahkan memiliki radio.
Sehingga mau tidak mau mereka berfikir untuk bisa mengikuti tren saat
ini dan menunjukkan bahwa mereka juga merasa kurang puas dengan tekhnologi yang mereka punya selama ini. Mereka ingin
memiliki pengetahuan yang lebih dengan menonton tv atau mendengarkan radio.
D. Pengaruh Modernisasi
terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Suku Baduy
Masyarakat baduy sebagai
masyarakat tradisional dapat dikatakan sebagai masyarakat yang sedang
berkembang. Karena tidak saja perubahan yang berlangsung di dalamnya, juga
ketaatan terhadap pikukuhnya mengalami proses pergeseran. Perubahan itu akan
tampak dari pola pikir, cara bertindak, pemilikan barang organisasi sosial yang
sebelumnya tidak dikenal dalam kehidupan mereka. Sejumlah warga masyarakat
Baduy sengaja keluar dari desa kanekes untuk melonggarkan ikatan pikukuhnya,
mereka lalu bermukim di desa-desa sekitarnya.
Peningkatan jumlah penduduk yang
mengakibatkan berkurangnya luas kepemilikan lahan pertanian setiap
keluarga.Masyarakat Baduy-Luar yang sudah tidak memiliki lahan pertanian di
dalam wilayah Baduy diharuskan mengolah lahan di luar wilayah, sedangkan masyarakat
Baduy-Dalam mulai memperpendek masa bera lahannya.
Bertambahnya jumlah penduduk juga
meningkatkan kebutuhan kayu pertukangan untuk membuat rumah. Kebutuhan akan
kayu pertukangan yang menjadi masalah dalam membuat rumah. Untuk
mengatasi hal tersebut, aturan adat yang semula melarang menanam tanaman kayu
di ladang berangsur-angsur mulai mengendur. Kini masyarakat Baduy-Luar
diperbolehkan menanam tanaman kayu di ladangnya. Kayu hasil penebangannya
ada yang dipakai sendiri dan ada pula yang sebagian dijual ke masyarakat
luar.
Interaksi dengan masyarakat luar
baduy, saat ini terlihat perbedaan yang jelas pada kehidupan masyarakat
Baduy-Luar dan Baduy-Dalam. Perubahan status masyarakat telah terjadi
pada kehidupan masyarakat Baduy. Awalnya semua masyarakat Baduy harus
ikut bertapa menjaga alam lingkungannya, sekarang ini hanya
Baduy-Dalam yang tugasnya bertapa.Masyarakat
Baduy-Luar tugasnya hanya ikut menjaga dan membantu tapanya orang Baduy-Dalam. Masyarakat Baduy-Luar mulai
diperbolehkan mencari lahan garapan ladang di luar wilayah Baduy dengan cara
menyewa tanah, bagi hasil, atau membeli tanah masyarakat luar.
Masyarakat Baduy-Luar sudah mulai
memakai baju buatan pabrik, kasur, gelas, piring, sendok, sendal jepit, blue jeans, sabun, sikat gigi, senter, dan patromaks; bahkan
sudah cukup banyak masyarakat Baduy yang telah menggunakan telepon
seluler. Larangan penggunaan kamera dan video camera
hanya berlaku pada masyarakat Baduy-Dalam; sedangkan pada Baduy-Luar sudah
sering stasiun TV mengekspose kehidupan mereka.
Masyarakat Kanekes yang sampai
sekarang ini ketat mengikuti adat-istiadat bukan merupakan masyarakat terasing,
terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia
luar.Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam
wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka.Sebagai tanda
kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin
melaksanakan seba ke Kesultanan Banten (Garna, 1993).
Dari kesemua faktor-faktor di
atas tersebut bisa memicu perubahan
sosial-budaya pada masyarakat Baduy tersebut baik itu faktor secara fisik
maupun kebudayaan. Kesadaran akan nilai dan norma sosial Baduy setiap keluarga
pun lambat laun bisa memudar dengan munculnya keinginan untuk mengalami
kehidupan lain, begitu pula halnya dengan institusi sosial seperti gotong
royong akan turut bergeser walaupun menyangkut kebutuhan masyarakat tetapi
akibat perputaran imbalan jasa ke arah penggunaan materi yang sekaligus sebagai
pembayaran. Hubugan yang erat antara migran baduy dengan orang baduy kanekes
juga akan memberikan ide perubahan, karena mereka selalu berkomunikasi melalui
saling mengunjungi dan membantu dalam tiap pekerjaan.
Perubahan yang dialami masyarakat
baduy tidak lepas dari pengawasan pemuka adat yang selalu berusaha menentang
segala bentuk perubahan yang terjadi dan berusaha mengembalikan kehidupan
masyarakat yang sesuai dengan pikukuh.Penyimpangan-penyimpangan dan
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa anggota keluarga pada
masyarakat panamping seperti penggunaan obat-obat dari luar misalnya,
menunjukkan adanya keraguan dalam memilih cara hidup yang sudah berlaku
(berdasarkan adat) atau melepaskannnya. Banyak mereka yang melanggar adat dengan
alasan tidak diketahui Pu’un. Satu hal yang patut dicatat perubahan-perubahan
yang terjadi pada masyarakat baduy berlangsung menurut proses adaptasi dalam
jangka waktu yang sangat panjang (relatif lama).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modernisasi
memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat suku Baduy, baik Baduy-Dalam
maupun Baduy-Luar. Adanya faktor-faktor pendorong perubahan atau modernisasi
membuat masyarakat suku Baduy secara perlahan berubah dan diperbolehkan untuk
tidak mengikuti peraturan adat istiadat yang ada. Perubahan ini terlihat jelas
pada masyarakat suku Baduy-Luar. Mereka secara perlahan mulai keluar dari adat
suku Baduy yang tidak memperbolehkan untuk berinteraksi dengan dunia luar.
Penggunaan telepon seluler, kasur, gelas, piring dan barang-barang lainnya
membuktikan bahwa mereka mulai berubah dan mengalami pergeseran terhadap adat
istiadat suku Baduy. Di sisi lain, suku Baduy-Dalam masih tetap patuh mengikuti
peraturan adat yang telah dibuat.
B. Saran
Karena
masih adanya masyarakat suku Baduy yang mengikuti adat istiadat untuk tidak
berinteraksi dengan dunia luar, pemerintah seharusnya berusaha untuk memberi
pengetahuan-pengetahuan agar masyarakat Baduy sadar akan pentingnya
berinteraksi dengan dunia luar. Pemerintah dapat memberikan pemahaman atau
sosialisasi tentang dunia luar tanpa harus merusak atau mengabaikan adat
istiadat suku Baduy yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Garna
Y. 1993. Masyarakat Baduy di Banten dalam
Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta : Departemen Sosial dan Dewan
Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial dengan Gramedia Pustaka Utama.
Ø
http://radenirinne.blogspot.com/2014/05/pengaruh-modernisasi-terhadap-kehidupan.html