“ Secuil & Sesederhana WARTEG
Juga Termasuk Pembangunan Ekonomi di Sektor Informal ”
Kata Warteg akan mengingatkan masyarakat Indonesia kepada Warung Tegal
yang mudah ditemui, sederhana, harganya murah, enak rasanya dan bergizi.
Sebenarnya yang menjadi fokus identitas forum ini ialah kata warung yang
menggambarkan: Bisa dikunjungi oleh berbagai kalangan dengan berbagai
kemampuan. Mudah dijangkau dan tidak terikat banyak peradatan, bisa makan/minum
sambil mengobrol, tidak terikat waktu datang dan waktu pergi. Pengunjung dengan
mudah bisa saling berinteraksi ngobrol tentang kehidupan aktual kesehariannya,
dari keluarga, desa, negara sampai dunia akhirat, dengan siapapun yang sedang
berada di warung. Warteg juga merupakan salah satu pembangunan di sektor
informal.
Jenis-jenis Sektor Informal menurut
Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari kesempatan memperoleh
penghasilan, yaitu:
1. Sah; terdiri atas:
a. Kegiatan-kegiatan primer dan
sekunder-pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan,
dan lain-lain.
b. Usaha tersier dengan modal yang
relatif besar-perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan
lain-lain.
c. Distribusi kecil-kecilan-pedagang
kaki lima, pedagang pasar, warteg, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan
lain-lain.
d. Transaksi pribadi-pinjam-meminjam,
pengemis.
e. Jasa yang lain-pengamen, penyemir
sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan lain-lain.
2. Tidak sah; terdiri atas :
a. Jasa-kegiatan dan perdagangan gelap
pada umumnya: penadah barang-barang curian, lintah darat, perdagangan obat
bius, penyelundupan, pelacuran, dan lain-lain.
b.Transaksi-pencurian kecil
(pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang,
perjudian, dan lain-lain.
Beberapa jenis “pekerjaan” yang termasuk di dalam sektor informal, salah
satunya adalah warteg, warung nasi, penjual rokok, penjual Koran dan majalah,
penjual makanan kecil dan minuman, dan lain-lainnya. Mereka dapat dijumpai di
pinggir-pinggir jalan di pusat-pusat kota yang ramai akan pengunjung. Mereka
menyediakan barang-barang kebutuhan bagi golongan ekonomi menengah ke bawah
dengan harga yang dijangkau oleh golongan tersebut. Tetapi, tidak jarang mereka
yang berasal dari golongan ekonomi atas juga ikut menyerbu sektor informal.
Dengan demikian, sektor informal memiliki peranan penting dalam
memberikan sumbangan bagi pembangunan perkotaan, karena sektor informal mampu
menyerap tenaga kerja (terutama masyarakat kelas bawah) yang cukup signifikan
sehingga mengurangi problem pengangguran diperkotaan dan meningkatkan
penghasilan kaum miskin diperkotaan. Selain itu, sektor informal memberikan
kontribusi bagi pendapatan pemerintahan kota.
Warung Tegal pada awalnya banyak
dikelola oleh masyarakat dari tiga desa di Tegal yaitu Warga desa Sidapurna,
Sidakaton, dan Krandon, Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal. Tetapi saat ini
warteg sudah menyebar sampai ke Cabawan, Margadana. Mereka mengelola Warteg
secara bergiliran (antar Keluarga dalam Satu Ikatan Famili) terkait masih
berlangsung 3 s / d 4 Bulan. Yang mendapat giliran tidak mengelola warung
biasanya bertani di kampung halamannya. Bisnis makanan memang tak akan mati
karena makan adalah kebutuhan pokok manusia.
Warteg warung nasi yang lahir dari
tangan para perantau asal Tegal memang telah melebur dengan masyarakat Jakarta.
Kesan warteg memang terlihat jelas disini. Lauk - pauk disajikan diatas wadah
stainless steel di balik etalase, sehingga pengunjung bisa memilih langsung
makanan yang diinginkan. Beragam jenis makanan dan murahnya harga tentu menjadi
daya tarik Warteg. Orang yang makan di Warteg tidak mencari pendingin udara,
bangku yang empuk, dan interior yang didesain khusus.
Mereka nyaman
makan berdesak-desakan dengan orang tak dikenal di atas bangku kayu panjang.
Mereka juga tidak keberatan, setelah selesai makan, hanya punya waktu beberapa
menit untuk menurunkan makanan sebelum wajah-wajah kelaparan mengusir mereka.
Warung makan kalangan bawah. Kesan
itu biasanya muncul dibenak kita manakala mendengar nama Warteg. Namun, Warteg
menyajikan menu murah, warung makan yang satu ini dipastikan layak untuk semua
kalangan dan berkelas.
Ada kurang lebih
dari 30 menu makanan yang disajikan sperti warteg-warteg pada umunya seperti : ayam
goreng, ayam kecap, ayam opor, ayam pedas, soto ayam, soto babat, daging
rendang, telor rendang, telor sambel, orek tempe, semur jengkol, pete, rawon,
macam – macam ikan goreng, udang, sayur sop, sayur sawi, sayur daun singkong,
sayur labuh, sayur asem, ikan sambel, soto betawi, cumi, perkedel, kulit semur,
sayur tahu, krecek, tongseng, capcai, tumis kangkung, dan masih banyak lagi.
Meski modern, harga makanan di Warteg tetap murah.
Warung yang menyediakan makanan
rumah sederhana dengan jumlah yang banyak tetapi harga tetap terjangkau ini
cocok dengan kebutuhan para kuli bangunan. Begitu pula supir-supir, tukang
becak hingga pedagang minyak tanah keliling perlu menambah tenaga dengan makan
di Warteg.
Seiring
berjalannya waktu, Warteg tidak hanya disambangi oleh kalangan ekonomi sulit.
Kalangan dari seluruh strata sosial sudi makan di Warteg. Bule pun kerap
terlihat makan di warteg. Bahkan, warteg menjadi ”penopang perut” amat penting
bagi kelas menengah pekerja kantoran di daerah tertentu misalnya Jakarta dan
kota-kota besar lainnya yang butuh makan siang sehari-hari.
Pemilik Warteg Adinda yang kebetulan
orang desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, beliau bernama Bapak
Sanuri dan Ibu Inahyati memiliki usaha Wartegnya di daerah perempatan Lebak Bulus,
Jakarta Selatan, nama Warteg Adinda diperoleh dari nama anak ketiga mereka. Warteg
Adinda Buka mulai pukul 06.00 WIB untuk melayani para pekerja kantor untuk
sarapan, ngopi, dan lain-lain. Dan nutup pukul 22.00 WIB.
Setiap hari Ibu Inahyati harus
memasak 20 kilogram beras. Pada bulan Ramadhan, jumlah beras yang dimasak juga
tetap sama. Setiap hari Beliau belanja keperluan warteg sampai Rp 300.000.
Puasa tidak puasa, belanjanya sama. Warteg Adinda memperkerjakan 2 orang, yang
terdiri dari 1 orang untuk bagian masak, 1 orang bagian melayani dan nyuci
piring, sedangkan yang belanja di pasar bapak pemilik Warteg itu sendiri. Sejak
pagi-pagi buta, sekitar pukul 04.00 WIB
Bapak Sanuri sudah berangkat ke pasar untuk belanja sampai pukul 06.00
WIB. Sedangkan Ibu Inahyati dan 2 orang yang membantunya langsung memasak mulai
pukul 04.00 – 09.00 WIB.
Makanan yang
paling favorit di Warteg Adinda adalah soto betawinya yang terdiri dari soto
ayam dan babat. Setiap hari Warteg ini melayani kurang lebih 30 mangkuk soto,
yang permangkuk dihargai dengan Rp 8.000.
Menurut Ibu Inahyati, setiap hari
beliau menyediakan lebih dari 30 macam masakan. Sementara Bapak Sanuri mengaku
tidak tahu jumlah persis jenis makanan yang beliau sediakan. ”Enggak pernah
dihitung. Ayam saja ada empat macam, ayam goreng, ayam opor, ayam kecap, dan
ayam pedas. Kalau 20 jenis sih lebih,” ujar Bapak Sanuri.
Semua jenis makanan ini belum
termasuk telur asin dan mentimun yang merupakan ciri khas Warteg. Harga yang
ditawarkan memang sangat terjangkau. Dengan daftar menu harga sebagai berikut :
Harga
Makanan Warteg
nasi putih :
Rp 3.000
nasi + ayam
goreng,semur opor n semur : Rp 8.000
nasi + segala macem ikan : Rp 7.000
nasi + segala
macem telor : Rp 5.500
nasi + soto :
Rp 11.000
nasi + tumis2
vegetari : Rp 4.000
nasi + tumis
bukan vegetari : Rp 5000
sayur n
sambel : Rp 1.000
Harga
Minuman Warteg
es tawar : Rp 1.000
teh manis
anget/dingin : Rp 2.500
jeruk
panas/dingin : Rp 3.500
minuman
suplement : Rp 2.000
minunan
bersoda : Rp 5.000
kopi anget :
Rp 2.000
kopi
dingin : Rp 3.000
Tambahan:
o
emping : Rp 1.000
o
kerupuk : Rp 1.000
o
segala macam gorengan : Rp 1.000
o
lalapan : Rp 2.000
o
buah : ada yang 500 sampai 2000
Penghasilan yang diperoleh Bapak
Sanuri dan Ibu Inahyati perhari mencapai Rp 600.000, sehingga dalam sebulan
penghasilan bersihnya kurang lebih sebesar Rp 5.000.000 sudah dipotong untuk
membayar 2 orang pembantunya.
Jadi Warteg salah
satu faktor di sektor informal sebagai sektor alternatif bagi para migran cukup
memberikan sumbangan bagi pembangunan perkotaan. Untuk para pemilik Warteg sedotlah
rejeki di JABODETABEK dan pulanglah untuk pembangunan dan peredaran ekonomi,
karena sebagian uang Warteg sangat berguna untuk pembangunan. Terimakasih untuk
Warteg, Karena Warteg kampung halaman meriah.